fbpx

Tata Cara Shalat Istisqa’

  • Home / Blog / Tata Cara Shalat…
Tata Cara Shalat Istisqa’

Tata Cara Shalat Istisqa’

Menurut Bahasa: Istisqa’ adalah meminta air berdasarkan pengerian dalam kamus Al Muhith. Adapun menurut istilah (Fikh), shalat istisqa adalah: permohonan hamba kepada Allah SWT terhadap air dalam kondisi kebutuhan yang sangat mendesak.

Dasar Pensyariatannya

Dasar Hukum Pensyariatannya telah termaktub dalam Al Quran dan Hadist Nabi SAW.

  • Al-Quran

Firman Allah Swt:

فَقُلۡتُ ٱسۡتَغۡفِرُوا۟ رَبَّكُمۡ إِنَّهُۥ كَانَ غَفَّارا-  یُرۡسِلِ ٱلسَّمَاۤءَ عَلَیۡكُم مِّدۡرَارا ۝  وَیُمۡدِدۡكُم بِأَمۡوَ ٰ⁠ل وَبَنِینَ وَیَجۡعَل لَّكُمۡ جَنَّـٰت وَیَجۡعَل لَّكُمۡ أَنۡهَـٰرا .

Artinya : “Maka aku berkata (kepada mereka), “Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu, Sungguh, Dia Maha Pengampun ( 10 ) niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit kepadamu ( 11 ) dan Dia memperbanyak harta dan anak-anakmu, dan mengadakan kebun-kebun untukmu dan mengadakan sungai-sungai untukmu.” (12) [Q.S: Nuh 10 – 12].

  • Sunnah (Hadist Rasulullah SAW)

Hadist Abdullah Bin Zaid Radhiallahu Anhu berkata:

خَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَسْقِي فَتَوَجَّهَ إِلَى الْقِبْلَةِ يَدْعُو وَحَوَّلَ رِدَاءَهُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ جَهَرَ فِيهِمَا بِالْقِرَاءَةِ

Artinya: “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah keluar untuk melaksanakan shalat istisqa’, beliau lalu berdoa dengan menghadap ke arah kiblat sambil membalikkan kain selendangnya. Kemudian beliau melaksanakan shalat dua rakaat dengan mengeraskan bacaannya pada kedua rakaat itu.”

Hukum Shalat Istisqa’

  • Jumhur Ulama dari mazhab Maliki, Syafii, Hambali dan dua ulama madzhab Hanafi Abu Yusuf dan Muhammad berpendapat bahwa shalat Istisqa’ hukumnya adalah Sunnah dan kebanyakan dari kalangan hambali mengatakan hukumnya Sunnah Muakkadah (sangat dianjurkan)
  • Imam abu Hanifah berpendapat bahwa bahwasanya shalat Istisqa tidak di sunnahkan untuk shalat secara berjamaah dan hanya imam yang keluar dan berdoa’ walaupun shalatnya mereka secara sendiri sendiri.
  • Ulama bersepakat bahwa disyariatkan istisqa’ dengan doa’ pada khutbah Jumat, sebagaimana diriwatkan oleh anas Radhiallahu ‘anhu: ‘bahwa seseorang lelaki masuk ke dalam masjid pada hari jumat dan Rasulullah sedang berkhutbah, lalu dia berkata: “ya Rasulullah, telah habis harta, dan telah habis segala solusi oleh karenanya berdoalah kepada Allah supaya Allah berikan kami hujan, maka Rasulullah pun mengangkat kedua tangannya seraya berkata: “ya Allah berikanlah kami hujan, ya Allah berikanlah kami hujan, ya Allah berikanlah kami hujan, lalu Alllah pun menjawab doanya dan turunlah Hujan yang deras.” (HR. Baihaqi dalam Sunan Kubra Jilid 3 / 359)

Dan pendapat yang Rajih (kuat) bahwa shalat Istisqa’ secara berjamaah adalah sunnah Muakkaddah (Dianjurkan) berdasarkan Riwayat hadist tentang shalat istisqa’ itu sendiri.

Di Antara Sebab Dilaksakannya Shalat Istisqa’ Adalah:

Adanya kekeringan yang melanda suatu daerah dan kebutuhan air bagi mereka atau binatang ternak mereka maupun sawah dan lain sebagainya.

Apabila telah dilaksanakan shalat istisqa’ maka ada baiknya dilaksanakan kembali sampai benar-benar Allah SWT turunkan hujan, karena Allah SWT senang dengan mereka yang terus-terusan meminta doa kepadanya, sebagaimana firman Allah: “Sungguh jika kalian bersyukur akan aku tambah (Nikmat) kepada kalian“. (Q.S : Ibrahim : 7)

Tata Cara Melaksankan Shalat Istisqa’

Ulama yang berpendapat tentang kesunnahan shalat ini bersepakat bahwa Shalat Istiqa’ dilaksanakan 2 rakaat tanpa adanya Adzan dan Iqamat, tetapi mereka berselisih tentang cara pelaksannannya:

  • Imam Syafi’I dan imam Ahmad berpendapat bahwa shalat istiqa’ dilaksanakan dengan 7 kali takbir pada rakaat pertama, dan 5 kali takbir pada raka’at kedua seperti dilaksanakannya Shalat Ied; sebagaimana perkataan Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma :

وصلى ركعتين كما كان يصلي في العيد

“Dan Beliau Shalat 2 Rakaat sebagaimana beliau melaksanakan shalat Ied” ( HR. Abu Dawud No: 1165, dan Tirmidzi no 558, dan beliau mengatakan Hadist Hasan Shahih.

Dan sebagaimana diriwayatkan juga dari Ja’far Bin Muhammad dari ayahnya :

أن النبي صلى الله عليه وسلم وأبا بكر وعمر كانوا يصلون صلاة الاستسقاء يكبرون فيها سبعا وخمسا

Artinya : “Bahwa Nabi SAW, Abu Bakr, dan Umar melaksakan shalat Istisqa’ bertakbir Tujuh kali dan Lima Kali”. ( HR Abdur Razaq Jilid 3 No 85 )

  • Imam malik berpendapat sebagaimana perkataannya Imam Auza’I, Abi Tsaur dan Ishaq bahwa shalat istisqa’ dikerjakan seperti shalat sunat lainnya (Nafilah atau tathawwu’) yaitu dua rakaat seperti shalat subuh.

Dan jika seseorang memilih salah satu dari 2 pilihan tersebut maka sudah bagus. Dan pada ke dua macam cara tersebut dibacakannya bacaan yang dikeraskan; Sebagaimana yang telah Nabi SAW lakukan, dan pada rakaat pertama setelah Al fatihah membaca surat Al ‘Ala dan pada rakaat yang kedua surat Al Ghasyiah, Abu Umar ibnu Abdil Bar mengatakan: “dan tidak lah mereka (Ulama) berselisih pendapat tentang mengeraskan bacaan pada shalat Istisqa.” (Al Ijma’ libni Abdil bar Hal 96).

Waktu Melaksankan Shalat Istisqa’

Shalat istisqa’ bebas dilaksanakan kapan saja selain pada waktu Nahyi (yang terlarang), dan sebaik-baik waktu dilaksanakan shalat istisqa’ adalah pada 2 hari raya: karena shalat istisqa’ menyerupai shalat 2 hari raya (pada waktu dan tata pelaksanaanya); sebagaimana Riwayat dari Ummul Mu’minin Aisyah R.A:

أن رسول الله صلى الله عليه وسلم خرج حين بدا حاجب الشمس

Artinya: “Bahwa Rasulullah SAW berangkat pada waktu telah nyata sinar Matahari”( HR. Abu Dawud tentang bab Istisqa’ Jil. 1, Hal 267).

Ibnu Abdil Bar berkata: “berangkat menuju shalat istisqa’ adalah pada waktu berangkatnya manusia untuk melaksanakan shalat ‘ied berdasarkan pendapat sebagian besar ulama, kecuali Abu Bakar dan Ibnu Hazm, mengatakan: “berangkat untuk melaksanakan shalat istisqa’ pada waktu tergelincir matahari”. (Al ‘Ijma’ libni ‘Abdil Bar).

Tempat Pelaksanaan

Dibolehkan melaksanakan shalat istisqa’ di masjid ataupun di tanah lapang, tetapi melaksanakannya di tanah lapang lebih afdhal sebagaimana yang telah dilakukan Nabi Muhammad SAW dan pelaksanaan di tanah lapang lebih terlihat perwujudan betapa butuh nya kita kepada Allah SWT. (NIhayatul Muhtaj Lir Ramli, Jil. II, Hal. 418). Demikian pemaparan singkat ini, jika ada keliru dari tulisan ini harap ditegur penulis untuk segera diperbaiki, karena tentu tulisan penulis tidak terlepas dari segala kesalahan dan kekurangan, kepada Allah saya mohon ampun semoga tulisan ini bermanfaat. Wassalamualaikum wr wb.

Oleh: Maulianda, Lc

4.7/5 - (27 votes)
1

Leave a Reply

Your email address will not be published.