06Jun By masjid pedesaan09/06/2021Blog Rukun Umroh Apa Saja? Berikut Penjelasannya Umroh secara bahasa artinya adalah ziyaroh (berkunjung). Adapun secara syar’i ialah; beribadah kepada Allah dengan melakukan rukun umroh seperti thawaf mengelilingi Ka’bah, dan melakukan sa’i antara bukit Shafa dan Marwah, serta menggundul atau memendekkan rambut. Umroh merupakan ibadah yang agung. Jika sholat adalah ibadah badaniyyah (dengan tubuh) dan zakat adalah ibadah maaliyyah (dengan harta), maka umroh menggabungkan keduanya sebagaimana juga dengan pelaksanaan haji. Kita melaksanakan serangkaian manasik umroh dan haji dengan tubuh kita, juga menggunakan sebagian uang kita untuk pergi berumroh dengan niat ikhlas kepada Allah ta’ala. Table of Contents Keutamaan Melaksanakan UmrohRukun UmrohRukun Umroh yang Pertama, Berihram dari miqatKedua, Thawaf.Sunnah-sunnah ThawafKetiga, Sa’i.Keempat, Tahallul (memendekkan atau memotong rambut). Keutamaan Melaksanakan Umroh Umrah memiliki banyak keutamaan, diantaranya adalah sebagai pelebur dosa dan juga merupakan jihad bagi wanita. Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : الْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَاُ “Antara umrah yang satu dan umrah lainnya adalah penghapus dosa diantara keduanya.” (HR. Bukhari no. 1773 dan Muslim no. 1349) Aisyah berkata : قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ عَلَى النِّسَاءِ جِهَادٌ قَالَ : نَعَمْ عَلَيْهِنَّ جِهَادٌ لاَ قِتَالَ فِيهِ الْحَجُّ وَالْعُمْرَةُ “Wahai Rasulullah, apakah wanita juga wajib berjihad?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Iya. Dia wajib berjihad tanpa ada peperangan di dalamnya, yaitu dengan haji dan ‘umroh.” (HR. Ibnu Majah no. 2901, hadits ini shahih sebagaimana kata Syaikh Al Albani). Berbeda dengan haji, tidak ada waktu khusus dalam pelaksanaan umroh. Maka boleh bagi muslim yang mampu (secara finansial dan kesehatan) untuk melaksanakan ibadah umroh di waktu mana saja dalam setahun. Akan tetapi pelaksanaan umroh di bulan Ramadan lebih utama. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : فَإِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فَاعْتَمِرِي ، فَإِنَّ عُمْرَةً فِيهِ تَعْدِلُ حَجَّةً مَعِي Jika datang bulan Ramadhan, lakukanlah umrah. Karena umrah di bulan Ramadhan, senilai haji bersamaku. (HR. Bukhari 1782 dan Muslim 1256). Dibolehkan juga untuk melaksanakan umroh berkali-kali, sebagaimana yang dilakukan Rasululloh shallallahu ‘alayhi wasallam. Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa beliau melaksanakan umroh sebanyak empat kali dalam rentang waktu empat tahun. Adapun untuk hukum Umroh para ulama terbagi menjadi dua pendapat; ada yang berpendapat sunnah dan wajib. Namun, wallahu a’lam pendapat yang mengatakan bahwa umroh adalah wajib merupakan pendapat yang terkuat. Ini merupakan pendapat sekelompok sahabat seperti Umar bin Khattab dan putranya, juga sekelompok tabi’in seperti Sa’id bun Jubair dan Ibnu Sirin. Pendapat ini juga merupakan salah satu pendapat Imam Syafi’i dan salah satu rieayat Imam Ahmad. Pendapat ini dikuatkan dengan beberapa dalil diantaranya adalah firmah Allah ta’ala : وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ “Dan sempurnakanlah ibadah haji dan ‘umrah karena Allah” (Q.S. Al-Baqarah: 196). Alasan pendalilannya berdasarkan kaidah ushul fiqh, adanya perintah merupakan suatu kewajiban. Rukun Umroh Perbedaan lain selain waktu pelaksanaan ibadah antara haji dan umroh ialah terletak pada rukun-rukunnya. Rukun Umroh ada empat, yaitu : Rukun Umroh yang Pertama, Berihram dari miqat Rukun umroh yang pertama kali harus dilakukan adalah berihram miqat dengan mengucapkan: لَبََّيْكَ عُمْرَةً “Aku memenuhi panggilan-Mu untuk menunaikan ibadah umrah.” Hal yang disunnahkan saat ihram : Mandi. Memakai wewangian. Memotong bulu kemaluan, bulu ketiak, memendekkan kumis, dan memotong kuku. Memakai izar (sarung) dan rida‘ (kain atasan) berwarna putih besar dan sandal. Sedangkan pakaian wanita tidak dikhususkan warna tertentu, pakaian tidak menyerupai laki-laki atau tidak menimbulkan fitnah. Berniat ihram setelah salat. Memperbanyak bacaan talbiyah. Kedua, Thawaf. Allah ta’ala berfirman : •{وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيق}• “Hendaknya mereka melakukan tawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah).” (Surat Al-Hajj ayat 29). Thawaf adalah mengitari ka’bah sebanyak tujuh kali. Thawaf dilaksanakan sebelum ibadah sa’i. Syarat-syarat Thawaf : Dari Ibnu ‘Abbas, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda : فمن تكلّم فيه فلا يتكلّم إلّا بخير، الطواف حول البيت مثل الصلاة إلّا أنّكم تتكلّمون فيه “Thawaf di (sekeliling) Baitulloh adalah seperti Shalat, kecuali kalian sewaktu Thawaf boleh berbicara; maka barangsiapa yang berbicara pada waktu itu, janganlah berbicara, kecuali yang baik.” (Shahih : Irwaaul Ghalil, Tirmidzi, Shahih Ibnu Khuzaimah, Shahih Ibnu Hibban, Sunan Darimi, Mustadrak Hakim, dan Baihaqi) Maka dapat disimpulkan dalam hadits ini bahwa syarat untuk melakukan thawaf sama dengan syarat shalat, kecuali bahwa dalam thawaf dibolehkan untuk berbicara. Dan tidak boleh berbicara selain pembicaraan yang baik. Maka syarat thawaf adalah sebagai berikut : 1. Suci dari hadats besar dan hadats kecil. 2. Menutup Aurat. 3. Melakukan thawaf tujuh kali putaran sempurna. Sebagaimana perkataan Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma : “Rasululloh datang ke Makkah lalu Thawaf di Baitullah sebanyak tujuh tujuh putaran dan shalat di belakang maqam Ibrahim dua raka’at, melakukan sa’i antara Shafa dan Marwah sebanyak tujuh kali. Dan sungguh pada diri Rasulullah terdapat suri tauladan yang baik.” 4. Memulai Thawaf dari Hajar Aswad dan berakhir juga disana dengan menempatkan Baitullah di sebelah kiri. Sebagaimana pernyataan Jabir radhiyallahu ‘anhu : “Tatkala Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam tiba di Mekkah, beliau mendatang Hajar Aswad lalu menjamahnya, kemudian berjalan di sebelah kanannya, lalu beliau melakukan raml (lari-lari kecil pada tiga putaran pertama lalu berjalan biasa empat kali putaran selanjutnya). Maka apabila seseorang melakukan Thawaf, sementara Baitullah ada di sebelah kanannya, maka tidak sah Thawafnya. 5. Hendaknya Thawaf dilakukan di luar Baitullah. Maka tidak sah bagi seseorang jika ia melakukan Thawaf di Hijr Isma’il, karena Nabi shallallahu ‘alayhi wasallam telah menegaskan : الحجر من البيت “Hijr Isma’il termasuk Baitullah.” 6. Melaksanakannya secara berurutan (tidak diselingi dengan pekerjaan apapun) kecuali ada hajat. Apabila terhenti sejenak untuk berwudhu arau untuk melaksanakan shalat fardhu yang telah dikumandangkan iqomahnya, atau untuk beristirahat sejenak, maka diporbolhkan untuknya berhenti sejenak untuk kemudian melengkapi sisanya. Sedangkan bagi seseorang yang menyelingi Thawaf untuk waktu yang cukup lama maka hendaknya ia mengulangi Thawafnya tersebut dari awal. Wallahu a’lam. Sunnah-sunnah Thawaf 1. Al-idthiba‘, yaitu menjadikan pertengahan rida’ (kain ihram bagian atas) di bawah ketiak kanan ketika memulai menjalankan thawaf, kemudian meletakkan ujung yang lainnya di pundak kiri, sehingga nampak pundak kanan itu terbuka. Hal ini disunnahkan bagi jama’ah laki-laki. 2. Ar-raml, yaitu berjalan cepat dengan memperpendek langkah, sehingga pundak dalam keadaan bergetar dan tidak sampai melompat. Raml ini dilakukan ketika Thawaf pada tiga putaran pertama. Sedangkan sisanya berjalan seperti biasa. 3. Memulai Thawaf dari Hajar Aswad dari sisi rukun Yamani. Disunnahkan memulai thawaf dari dekat dengan Hajar Aswad dari arah rukun Yamani. Kemudian memulai Thawaf tersebut dengan menghadap Hajar Aswad sambil mengangkat tangan. Sebagaimana dijelaskan bahwa memulai Thawaf dari Hajar Aswad itu wajib. Namun memulainya dengan seluruh badan dari Hajar Aswad tidaklah wajib menurut ulama Malikiyah dan Hanafiyah, namun dikatakan wajib menurut ulama Syafi’iyah dan Hanabilah. Wallahu a’lam. 4. Menghadap Hajar Aswad ketika memulai thawaf dan mengangkat tangan sambil bertakbir ketika menghadap Hajar Aswad. 5. Istilam (mengusap) dan mencium Hajar Aswad. Istilam (mengusap) Hajar Aswad dan menciumnya ketika memulai Thawaf dan di setiap putaran Thawaf, juga setelah melakukan shalat dua raka’at Thawaf. Demikian pendapat jumhur (mayoritas) ulama. 6. Istilam (mengusap) Rukun Yamani. Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhum, ia berkata, لم أر النّبيّ ﷺ يستلم من البيت إلّا الرّكنين اليمين “Aku tidak pernah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyentuh sesuatu dari Ka’bah kecuali dua rukun Yamani (yaitu Hajar Aswad dan Rukun Yamani)“. (HR. Bukhari no. 1609 dan Muslim no. 1267) 7. Berdo’a diantara Hajar Aswad dan Rukun Yamani Doa saat thawaf yang selalu dibaca oleh Rasulullah adalah : رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ Artinya: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari siksa api neraka.” 8. Berjalan mendekati Ka’bah bagi laki-laki dan menjauh dari Ka’bah bagi perempuan. Apabila tidak bisa melakukan raml ketika berjalan dekat ka’bah maka melakukan raml saat jauh dari ka’bah lebih utama. Akn tetapi apabila khawatir bertabrakan dengan wanita jika berjalan jauh dari Ka’bah maka tidak melakukan raml saat mendekati ka’bah lebih utama. Wallahu a’lam. Ketiga, Sa’i. Ibadah Sa’i merupakan salah satu rukun umrah yang dilakukan dengan berjalan kaki (berlari-lari kecil) bolak-balik 7 kali dari Bukit Shafa ke Bukit Marwah dan sebaliknya. Ketika melintasi Bathnul Waadi yaitu kawasan yang terletak di antara bukit Shafa dan bukit Marwah (saat ini ditandai dengan lampu neon berwarna hijau) para jama’ah pria disunahkan untuk berlari-lari kecil sedangkan untuk jama’ah wanita berjalan cepat. Ibadah Sa’i boleh dilakukan dalam keadaan tidak berwudhu dan oleh wanita yang datang Haid atau Nifas. Sa’i dimulai dari Bukit Shafa dan berakhir di Bukit Marwah. Perjalanan dari Shafa ke Marwah dihitung satu kali perjalanan. Saat memulai sa’i dan mendekati Shafa, hendaknya membaca : •{ّإِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ}• Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah sebagian dari syiar Allah. (QS. Al Baqarah: 158). Lalu mengucapkan : نَبْدَأُ بِمَا بَدَأَ اللَّهُ بِهِ “Kami memulai dengan apa yang Allah mulai dengannya.” Lalu mulailah menaiki bukit Shafa, kemudian menghadap ke arah Ka’bah hingga melihatnya—jika hal itu memungkinkan—, kemudian membaca: اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَر (3x) لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِى وَيُمِيتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ أَنْجَزَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ “Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, Allah Mahabesar. (3x) Tiada sesembahan yang berhak disembah kecuali hanya Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya lah segala kerajaan dan segala pujian untuk-Nya. Dia yang menghidupkan dan yang mematikan. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Tiada sesembahan yang berhak disembah kecuali hanya Allah semata. Dialah yang telah melaksanakan janji-Nya, menolong hamba-Nya dan mengalahkan tentara sekutu dengan sendirian.”[HR. Muslim no. 1218] Bacaan ini diulang tiga kali dan berdoa di antara pengulangan-pengulangan itu dengan do’a apa saja yang dikehendaki. Lalu turun dari Shafa dan berjalan menuju ke Marwah. Kemudian mengulangi hak yang sama hingga tujuh putaran. Ketika sa’i, tidak ada dzikir-dzikir tertentu, maka boleh berdzikir, berdo’a, atau membaca bacaan-bacaan yang dikehendaki. Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Mas’ud dan ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya mereka membaca do’a berikut ketika sa’i : اللَّهُمَّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ الأَعَزُّ الأَكْرَمُ “Ya Rabbku, ampuni dan rahmatilah aku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa dan Maha Pemurah.” Keempat, Tahallul (memendekkan atau memotong rambut). Setelah sa’i, maka bertahallul dengan memendekkan seluruh rambut kepala atau mencukur gundul, dan yang mencukur gundul itulah yang lebih afdhal. Adapun bagi wanita, cukup dengan memotong rambutnya sepanjang satu ruas jari. Setelah memotong atau mencukur rambut, maka berakhirlah ibadah umrah dan Anda telah dibolehkan untuk mengerjakan hal-hal yang tadinya dilarang ketika dalam keadaan ihram. Oleh : Hanifah Abidah 4.8/5 - (30 votes) 0