06Jun By masjid pedesaan10/06/2021Blog Rukun Haji, Syarat Haji dan Penjelasannya Haji secara bahasa adalah pergi. Adapun secara syariat ialah bepergian ke Baitul Harom untuk melaksanakan amalan-amalan khusus sesuai dengan rukun haji. Waktu pelaksanaan haji atau juga disebut Miiqot zaman adalah pada bulan Syawwal, Dzulqo’dah, dan 10 hari pertama bulan Dzulhijjah; haji dilakukan sekali dalam setahun. Table of Contents Awal Mula Ibadah HajiRukun HajiRukun Haji Pertama, IhramHal yang Wajib Dilakukan Saat Ihram :Hal yang Disunnahkan Saat Ihram : Kedua, Wuquf di Arafah Ketiga, Mabit di Muzdalifah Keempat, TawafSyarat-syarat Thawaf sebagai Rukun HajiSunnah-sunnah Thawaf : Awal Mula Ibadah Haji Ibadah haji disyariatkan pertama kali pada tahun sembilan hijriyyah dan diwajibkan sekali seumur hidup bagi setiap muslim, baligh, berakal sehat, merdeka lagi mampu. Hal ini telah ditetapkan dalam Al-qur’an, sunnah, dan ijma’ para ulama. Alloh ta’ala berfirman : •{وَلِلَّهِ عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلْبَيْتِ مَنِ ٱسْتَطَا عَ إِلَيْهِ سَبِيلًۭا ۚ وَمَن كَفَرَ فَإِ نَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ عَنِ ٱلْعَٰلَمِينَ}• “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam”. (Ali Imran : 97) Dari Abu Hurairah, ia berkata :ْ “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkhutbah di hadapan kami dan berkata, “Allah telah mewajibkan haji pada kalian.” Lantas Al Aqro’ bin Habis, ia berkata, “Apakah haji tersebut wajib setiap tahun?” Beliau berkata, “Seandainya iya, maka akan kukatakan wajib (setiap tahun). Namun haji cuma wajib sekali. Siapa yang lebih dari sekali, maka itu hanyalah haji yang sunnah.” (H.R. Abu Daud) Adapun keutamaan haji adalah balasan berupa surga sebagaimana hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: الْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلا الْجَنَّةُ “Haji yang mabrur tidak ada pahala baginya selain Surga.” (Riwayat Bukhari dan Muslim) Yang dimaksud haji mabrur adalah ibadah haji yang Allah terima pelaksanaannya dengan syarat diniatkan kepada Allah semata dan tidak melakukan perkara-perkara yang diharamkan saat melakukan ibadah haji. Maka Allah akan mengembalikan orang tersebut kepada fitrahnya yaitu suci dari dosa sebagaimana ia baru dilahirkan dari perut ibunya karena Allah telah mengampuni dosa-dosanya. Rukun Haji Rukun haji adalah syarat sahnya haji. Maka apabila ditinggalkan tidak sah ibadah haji tersebut. Rukun haji ada empat, yaitu : Rukun Haji Pertama, Ihram Ihram adalah niat untuk masuk ke dalam manasik haji, ikhlas karena Allah ta’ala semata. إنّما الأعمال بالنيات “Sesungguhnya setiap amalan tergantung niatnya.” Hal yang Wajib Dilakukan Saat Ihram : a. Berihram dari miiqot yang telah ditentukan. b. Tidak memakai pakaian yang dijahit. Bagi laki-laki, tidak diperkenankan memakai baju, jubah, mantel, penutup kepala, khuf atu sepatu (kecuali jika tidak mendapati khuf). Sedangkan bagi perempuan, tidak diperkenankan memakai niqob (penutup wajah) dan sarung tangan. c. Bertalbiyah. Adapun lafadz talbiyah adalah : لَبَّيْكَ اللّٰهُمَّ لَبَّيْكَ لَبَّيْكَ لاَشَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ اِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَشَرِيْكَ لَكَ “Aku penuhi panggilan-Mu Ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu, aku penuhi panggilan-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu, aku penuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji dan nikmat hanyalah milik-Mu, juga semua kerajaan, tidak ada sekutu bagi-Mu.” Hal yang Disunnahkan Saat Ihram : a. Mandi. b. Memakai wewangian. c. Memotong rambut memotong rambut seperti rambut kemaluan, rambut ketiak, memendekkan kumis, dan memotong kuku. d. Memakai izar (sarung) dan rida‘ (kain atasan) berwarna putih besar dan sandal. Sedangkan pakaian wanita tidak dikhususkan warna tertentu, pakaian tidak menyerupai laki-laki atau tidak menimbulkan fitnah. e. Berniat ihram setelah salat. f. Memperbanyak bacaan talbiyah. Kedua, Wuquf di Arafah ((الحجّ عرفة)) “Haji adalah ‘Arafah” (Shahih : Shahih Ibnu Majah, Tirmidzi, Nasa’i, dan ‘Aunul Ma’bud) Yang dimaksud wukuf adalah hadir dan berada di daerah mana saja di Arafah, walaupun dalam keadaan tidur, sadar, berkendaraan, duduk, berbaring atau berjalan, baik pula dalam keadaan suci atau tidak suci (seperti haidh, nifas atau junub) (Fiqih Sunnah, 1: 494). Wuquf di ‘Arafah dimulai dari waktu tergelincirnya matahari (zawalRukun sunnahkan untuk memperbanyak dzikir dan berdo’a kepada Allah dengan mengangkat tangan ke atas dan menghadap kiblat. Wuquf dimulai dengan melaksanakan Shalat jama’ taqdim untuk Shalat dzuhur dan ashar lalu berdiam diri sampai waktu maghrib. Wuquf di ‘Arafah merupakan rukun yang paling penting. Ketiga, Mabit di Muzdalifah Muzdalifah adalah padang pasir yang terletak diantara Padang ‘Arafah dan Mina. Mabit atau bermalam di Muzdalifah dilakukan setelah wuquf di ‘Arafah. Para jama’ah haji melaksanakan Shalat jama’ ta’khir untuk Shalat maghrib dan isya lalu mengistirahatkan diri hingga melewati tengah malam, bermalam hingga subuh lebih diutamakan. Sebagaimana yang dilakukan Rosululloh shollallahu ‘alayhi wasallam melaksanakan Shalat subuh di Muzdalifah dan berdzikir, bertahlil, dan beristighfar setelah Shalat. Lalu setelah langit menguning beliau bertolak ke Mina dengan bertalbiyah. Disunnahkan juga mengangkat tangan saat berdo’a di Muzdalifah sebagaimana yang dilakukan para jama’ah di ‘Arafah. Mabit di Muzdalifah hukumnya wajib kecuali bagi wanita atau orang tua atau orang yang tidak mampu bermalam karena udzur syar’i, diperbolehkan bagi mereka untuk meninggalkan Muzdalifah setelah lewat tengah malam. Dan bagi yang meninggalkan mabit tanpa udzur syar’i wajib membayar dam (menyembelih kurban). Keempat, Tawaf Allah ta’ala berfirman : •{وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ}• “Hendaknya mereka melakukan tawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah).” (Surat Al-Hajj ayat 29). Thawaf adalah mengitari ka’bah sebanyak tujuh kali. Thawaf ini biasa disebut Thawaf ziyaroh atau Thawaf fardh. Dan biasa pula disebut Thawaf rukn karena ia merupakan rukun haji. Setelah wukuf di ‘Arofah, mabit di Muzdalifah lalu ke Mina pada hari ‘ied, lalu melempar jumroh, lalu nahr (melakukan penyembelihan) dan menggunduli kepala, maka jama’ah haji mendatangi Makkah, lalu Thawaf keliling ka’bah untuk melaksanakan Thawaf ifadhah. Syarat-syarat Thawaf sebagai Rukun Haji Dari Ibnu ‘Abbas, bahwasanya Nabi shollallahu ‘alayhi wasallam bersabda : “Thawaf di (sekeliling) Baitulloh adalah seperti Shalat, kecuali kalian sewaktu Thawaf boleh berbicara; maka barangsiapa yang berbicara pada waktu itu, janganlah berbicara, kecuali yang baik.” (H.R Tirmidzi) Maka apabila Thawaf disamakan dengan Shalat dalam beberapa hal ia memiliki syarat tertentu : 1. Suci dari Hadats Besar dan Hadats Kecil. Sebagaimana syarat dari sahnya Shalat adalah bersuci maka hal yang sama berlaku saat Thawaf. Dan juga di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim, Rasululloh shallallahu ‘alayhi wasallam memerintahkan Aisyah yang sedang haidh untuk melakukan segala amalan haji kecuali Thawaf sampai ia suci dari haidhnya. 2. Menutup Aurat 3.Melakukan Thawaf Tujuh Kali Putaran Sempurna. Sebagaimana perkataan Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma : “Rasululloh datang ke Makkah lalu Thawaf di Baitullah sebanyak tujuh tujuh putaran dan shalat di belakang maqam Ibrahim dua raka’at, melakukan sa’i antara Shafa dan Marwah sebanyak tujuh kali. Dan sungguh pada diri Rasulullah terdapat suri tauladan yang baik.” 4. Memulai Thawaf dari Hajar Aswad dan Berakhir juga Disana. Sebagaimana pernyataan Jabir radhiyallahu ‘anhu : “Tatkala Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam tiba di Mekkah, beliau mendatang Hajar Aswad lalu menjamahnya, kemudian berjalan di sebelah kanannya, lalu beliau melakukan raml (lari-lari kecil pada tiga putaran pertama lalu berjalan biasa empat kali putaran selanjutnya). Maka apabila seseorang melakukan Thawaf, sementara Baitullah ada di sebelah kanannya, maka tidak sah Thawafnya. 5. Hendaknya Thawaf Dilakukan di Luar Baitullah. Maka tidak sah bagi seseorang jika ia melakukan Thawaf di Hijr Isma’il, karena Nabi shallallahu ‘alayhi wasallam telah menegaskan : الحجر من البيت Hijr Isma’il termasuk Baitullah. 6. Melaksanakannya Secara Berurutan. Apabila terhenti sejenak untuk berwudhu arau untuk melaksanakan shalat fardhu yang telah dikumandangkan iqomahnya, atau untuk beristirahat sejenak, maka diporbolhkan untuknya berhenti sejenak untuk kemudian melengkapi sisanya. Sedangkan bagi seseorang yang menyelingi Thawaf untuk waktu yang cukup lama maka hendaknya ia mengulangi Thawafnya tersebut dari awal. Wallahu a’lam. Sunnah-sunnah Thawaf : 1. Al-idthiba’, yaitu menjadikan pertengahan rida’ (kain ihrom bagian atas) di bawah ketiak kanan ketika memulai menjalankan Thawaf, kemudian meletakkan ujung yang lainnya di pundak kiri, sehingga nampak pundak kanan itu terbuka. Hal ini disunnahkan bagi jama’ah laki-laki. 2. Ar-raml, yaitu berjalan cepat dengan memperpendek langkah, sehingga pundak dalam keadaan bergetar dan tidak sampai melompat. Roml ini dilakukan ketika Thawaf pada tiga putaran pertama. Sedangkan sisanya berjalan seperti biasa. 3. Memulai Thawaf dari Hajar Aswad dari Sisi Rukun Yamani. Disunnahkan memulai Thawaf dari dekat dengan Hajar Aswad dari arah rukun Yamani. Kemudian memulai Thawaf tersebut dengan menghadap Hajar Aswad sambil mengangkat tangan. Sebagaimana dijelaskan bahwa memulai Thawaf dari Hajar Aswad itu wajib. Namun memulainya dengan seluruh badan dari Hajar Aswad tidaklah wajib menurut ulama Malikiyah dan Hanafiyah, namun dikatakan wajib menurut ulama Syafi’iyah dan Hanabilah. Wallahu a’lam. 4. Menghadap Hajar Aswad Ketika Memulai Ketika memulai Thawaf dan mengangkat tangan sambil bertakbir ketika menghadap Hajar Aswad. 5. Istilam (mengusap) dan Mencium Hajar Aswad. Istilam (mengusap) Hajar Aswad dan menciumnya ketika memulai Thawaf dan di setiap putaran Thawaf, juga setelah melakukan shalat dua raka’at Thawaf. Demikian pendapat jumhur (mayoritas) ulama. Dari Umar radhiyallahu ‘anhu, beliau pernah mendatangi Hajar Aswad lantas menciumnya. Ia pun berkata, “Aku tahu engkau hanyalah batu, tidak bisa memberikan bahaya dan tidak bisa pula mendatangkan manfaat. Aku pernah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menciummu, maka aku pun menciummu.” (HR. Bukhari no. 1597 dan Muslim no. 1270) 6. Istilam (mengusap) Rukun Yamani. Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhum, ia berkata, لم أر النّبيّ ﷺ يستلم من البيت إلّا الرّكنين اليمين “Aku tidak pernah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyentuh sesuatu dari Ka’bah kecuali dua rukun Yamani (yaitu Hajar Aswad dan Rukun Yamani)“. (HR. Bukhari no. 1609 dan Muslim no. 1267) Keduanya disebut rukun yamani karena kedua pojok tersebut menghadap ke arah Yaman. 7. Berdo’a diantara Hajar Aswad dan Rukun Yamani 8. Berjalan Mendekati Ka’bah Bagi Laki-laki dan Menjauh dari Ka’bah Bagi Perempuan. Apabila tidak bisa melakukan raml ketika berjalan dekat ka’bah maka melakukan raml saat jauh dari ka’bah lebih utama. Akn tetapi apabila khawatir bertabrakan dengan wanita jika berjalan jauh dari Ka’bah maka tidak melakukan raml saat mendekati ka’bah lebih utama. Wallahu a’lam. 9. Menjaga Pandangan dari Berbagai Hal yang Melalaikan. 10. Berdzikir dan Berdo’a Secara Siir (suara pelan). Oleh : Hanifah Abidah 4.9/5 - (25 votes) 0